DIKSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Jika
menulis atau berbicara, kita selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk
menjadi kelompok kata, klausa, kalimat, paragraf dan akhirnya sebuah wacana. Ketika anda menulis atau berbicara, kata adalah kunci pokok dalam
membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia
harus dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti
dengan baik. Kata–kata yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam
konteks alinia dan wacana. Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata dengan sesuka
hati, tetapi harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Di dalam sebuah karangan, diksi bisa diartikan sebagai
pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya
berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau
menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa,
ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi
yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik, atau
memiliki nilai artistik yang tinggi.
1.2.
Tujuan
Pembahasan
materi dari makalah ini bertujuan untuk:
1. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
2. Untuk
menambah wawasan penulis serta pembaca tentang diksi.
3. Untuk
mengetahui penggunaan kata yang baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Diksi
Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata–kata yang
sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi mencakup pengertian
kata–kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana
membentuk pengelompokan kata–kata yang tepat atau menggunakan ungkapan–ungkapan,
dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Adapun fungsi Diksi ialah untuk memperoleh keindahan guna
menambah daya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas, jika pilihan
kata tersebut tepat dan sesuai. Ketepatan pilihan kata bertujuan agar tidak
menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis atau pembicara dengan
pembaca atau pendengar, sedangkan kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak
suasana. Selain itu berfungsi untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa
lebih indah. Dan juga dengan adanya diksi oleh pengarang berfungsi untuk
mendukung jalan cerita agar lebih runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas mendeskripsikan
latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalam cerita tersebut.
Diksi sangat banyak digunakan dalam cerita fiktif misalnya
penggunaan majas metafora, anafora, litotes, simile, personafikasi dan
sebagainya.
Majas (figurative
language) adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan
efek tertentu. Majas merupakan bentuk retoris, yang penggunaannya antara lain
untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak atau pembacanya. Secara garis
besar, majas-majas tersebut terbagi dalam majas perbandingan,
pertentangan, pertautan, dan perulangan.
1. Majas
Perbandingan
a.
Asosiasi
(simile) adalah
perbandingan dua hal yang hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama.
Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti.
Contoh
: Semangatnya keras bagaikan baja.
b.
Metafora adalah majas perbandingan yang
diungkapkan secara singkat dan padat.
Contoh
: Dia dianggap anak emas majikannya.
c.
Personifikasi adalah majas yang
membandingkan benda-benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.
Contoh
: Badai mengamuk dan merobohkan rumah
penduduk.
d.
Alegori adalah cerita kiasan atau
lukisan yang mengiaskan hal lain atau kejadian lain.
Contoh
: Puisi “Diponegoro” karya Sanusi Pane.
2. Majas
Pertentangan
a.
Hiperbola adalah majas yang mengandung
pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud untuk memperhebat, meningkatkan
kesan dan daya pengaruh. Contoh : Saya terkejut setengah
mati mendengar perkataannya.
b.
Litotes adalah majas yang ditujukan
untuk mengurangi atau mengecil-ngecilkan kenyataan sebenarnya. Tujuannya antara
lain untuk merendahkan diri.
Contoh :
Kami berharap Anda menerima pemberian yang tidak berharga ini.
c.
Ironi adalah majas yang menyatakan
makna yang bertentangan dengan maksud untuk menyindir atau memperolok-olok.
Contoh
: Bagus sekali rapormu, Andi, banyak angka merahnya.
d.
Sinisme adalah majas yang menyatakan
sindiran secara langsung, agak kasar.
Contoh
: Perkataanmu tadi sangat menyebalkan!
e.
Sarkasme adalah sindiran kasar berupa
ungkapan kasar yang dapat menyakitkan hati orang.
Contoh
: Tidurnya saja sehari-hari seperti babi.
3. Majas
Pertautan
a.
Metonomia adalah majas yang memakai nama
ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal lainnya
sebagai penggantinya (majas ciptaan atau buatan).
Contoh
: Ayah baru saja membeli zebra, padahal saya
ingin Kijang.
b.
Sinekdok
Pars Pro Toto adalah
majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya.
Contoh
: Setiap kepala dikenakan biaya.
c.
Sinekdok
Totem Pro Parte adalah
menyebutkan keseluruhan untuk pengganti sebagian saja.
Contoh
: Semoga Indonesia menjadi juara Thomas Cup.
d.
Alusio adalah majas yang menunjuk
secara tidak langsung pada suatu tokoh atau peristiwa yang sudah diketahui
bersama.
Contoh
: Banyak korban berjatuhan akibat kekejaman Nazi.
e.
Elipsis adalah majas yang di dalamnya
terdapat penghilangan kata atau bagian kalimat.
Contoh :
Dia dan ibunya ke Tasikmalaya. (Penghilangan predikat pergi)
f.
Inversi adalah majas yang dinyatakan
oleh pengubahan susunan kalimat.
Contoh
: Paman saya wartawan = Wartawan, paman saya.
4. Majas
Penegasan/Perulangan
a. Pleonasme adalah majas yang menggunakan
kata-kata secara berlebihan dengan maksud untuk menegaskan arti suatu kata.
Contoh : Mereka turun ke
bawah untuk melihat keadaan barang-barangnya yang jatuh.
b. Klimaks adalah majas yang menyatakan
beberapa hal berturut-turut yang makin lama makin menghebat.
Contoh : Semua jenis kendaraan,
mulai dari sepeda, motor, sampai mobil bejejer di halaman.
c. Antiklimaks adalah majas yang menyatakan
beberapa hal berturut-turut yang makin lama makin menurun (melemah).
Contoh : Bapak Kepala
Sekolah, Para guru, dan murid-murid, sudah hadir di lapangan upacara.
d. Retoris adalah majas yang berupa
kalimat tanya yang jawabannya itu sudah diketahui oleh penanya. Tujuannya untuk
memberikan penegasan pada masalah yang diuraikannya, untuk meyakinkan, ataupun
sebagai sindiran.
Contoh : Siapa yang tidah ingin
hidup bahagia?
e. Aliterasi adalah majas yang memanfaatkan
kata-kata yang bunyi awalnya sama.
Contoh : Dara damba daku,
datang dari danau.
f.
Antanaklasis adalah majas yang mengandung
ulangan kata yang sama, dengan makna yang berbeda.
Contoh :Karena buah penanya yang
kontroversial, dia menjadi buah bibir masyarakat.
g. Repetisi adalah majas perulangan
kata-kata sebagai penegasan dalam kalimat yang berbeda.
Contoh : Terlalu banyak penderitaan
menimpa dirinya. Terlalu banyak masalah yang dihadapinya. Terlalu
banyak.
h. Tautologi adalah majas perulangan
kata-kata sebagai penegasan dalam sebuah kalimat.
Contoh : Selamat datang pahlawanku, selamat
datang pujaanku.
i.
Paralelisme adalah majas perulangan
sebagaimana halnya repetisi, hanya disusun dalam baris yang berbeda. Biasanya
terdapat dalam puisi.
Contoh : Sunyi itu duka.
j.
Kiasmus adalah majas yang berisi
perulangan dan sekaligus menganduk inverse.
Contoh : Yang kaya merasa
dirinya miskin, sedangkan yang miskin merasa
dirinya kaya.
2.2.
KETEPATAN KATA
Ketepatan adalah kesesuaian pemakaian unsur-unsur yang membentuk
suatu kalimat sehingga tercipta suatu pengertian yang baik dalam mengungkapkan
sebuah gagasan atau ide.
Syarat Ketepatan pemilihan
kata, terdapat 6 syarat, yaitu :
1.
Dapat membedakan antara makna denotasi dan konotasi.
2.
Dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim.
3.
Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip ejaanya.
4.
Dapat memahami dengan tepat makna kata – kata konkret dan abstrak.
5.
Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
- Antara….dan….
- Tidak….tetapi…
6.
Dapat membedakan kata-kata umum dan kata khusus.
2.3. KESESUAIAN KATA
Kesesuaian adalah kecocokan dalam penggunaan kata, kecocokan
mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu. Walaupun
terkadang masih terdapat beberapa perbedaan seperti tata bahasa, pola kalimat,
panjang atau kompleknya suatu alinea, dan segi lainnya.
Syarat Kesesuaian pemilihan
kata, yaitu :
1. Hindarilah bahasa atau unsur substandar dalam
situasi yang formal
2.
Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang
umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata popular.
3.
Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
4.
Penulis atau pembicara sebisa mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang.
5.
Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
6.
Hindarilah ungkapan-ungkapan using (idiom yang mati).
7.
Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artfisial.
Dua persyaratan pokok tersebutlah
yang harus diperhatikan dalam memilih kata (diksi), yaitu ketepatan dan kesesuaian.
Di dalam pemilihan kata tidak hanya memperhatikan kesesuaian dan ketepatan kata,
ada faktor pendukung dalam pemilihan kata.
1.1. Makna
Makna sebuah kata dan atau kalimat merupakan makna yang
tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi
atas beberapa kelompok yaitu :
1. Makna Leksikal : makna
yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera/makna
yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna
leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati
diterkam kucing).
2. Makna Gramatikal : untuk
menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan
makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku
yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”.
3. Makna Denotasi dan Konotasi
Makna
denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau
makna dasarnya.
Contoh:
Merah : Warna seperti
warna darah.
Ular :
Binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.
Makna
konotatif (evaluasi/nonreferensial) ialah makna tambahan terhadap makna
dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar Makna
tambahan
(denotasi)
(konotasi)
Merah : warna
……………………….berani; dilarang
Ular :
binatang ……………………..menakutkan/ berbahaya
Makna
dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang
sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan
pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai
rasa tinggi. Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif
dan konotasi negatif.
Contoh:
Konotasi positif Konotasi
negatif
suami
istri laki
bini
tunanetra
buta
pria laki-laki
Kata-kata
yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata
yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.
1.2. Kata-kata yang Hampir
Bersinonim
1. Sinonim
Sinonim ialah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang
sama atau hampir sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah
mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Sinonim ini dipergunakan untuk
mengalihan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak
membosankan. Dalam pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan
bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan
komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat
memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakan sesuai dengan
kebutuhan dan situasi yang dihadapi.
Contoh:
a. Yang sama maknanya
sudah
- telah
sebab
- karena
b. Yang hampir sama maknanya
untuk
– bagi – buat – guna
melihat
– mengerling – menatap – menengok
2. Antonim
Antonim ialah kata-kata yang berlawanan maknanya/ oposisi.
Contoh:
Besar ><
kecil
Ibu ><
bapak
3. Homonim
Homonim ialah dua kata atau lebih yang ejaannya sama,
lafalnya sama, tetapi maknanya berbeda.
Contoh:
bisa
I :
racun
bisa
II :
dapat
kopi
I :
minuman
kopi
II :
salinan
4. Homograf
Homograf adalah dua kata atau lebih yang tulisannya sama,
ucapannya berbeda, dan maknanya berbeda.
Contoh:
Tahu :
makanan
Tahu :
paham
Teras :
inti kayu
Teras :
bagian rumah
5. Homofon
Homofon ialah dua kata atau lebih yang tulisannya berbeda,
ucapannya sama, dan maknanya berbeda.
Contoh:
bang dengan bank
masa dengan massa
6. Polisemi
Polisemi ialah suatu kata yang memilki makna banyak.
Contoh:
a. Didik jatuh dari
sepeda.
b. Peringatan HUT RI ke-55 jatuh hari
Minggu.
7. Hiponim
Hiponim ialah kata-kata yang tingkatnya ada di bawah kata
yang menjadi superordinatnya/ hipernim (kelas atas).
Contoh: Kata bunga
merupakan superordinat, sedangkan mawar, melati, anggrek, flamboyan, dan
sebagainya merupakan hiponimnya. Hubungan mawar, melati, anggrek, dan flamboyan
disebut kohiponim.
1.3. Kata-kata yang Hampir Mirip
Ejaannya
Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang
mirip ejaannya itu, makna akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu
salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya:
bahwa-bawah-bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, preposisi-proposisi, korporasi-koperasi,
dan lain sebagainya.
1.4. Makna Kata-kata Konkret dan
Abstrak
Kata-kata konkret adalah kata-kata yang
menunjuk kepada objek yang dilihat, didengar, disarakan, diraba, atau dihirup;
sedangkan kata-kata abstrak ialah kata-kata yang menunjuk kepada
sifat, konsep, atau gagasan. Kata-kata konkret lebih mudah dipahami. Karena
itu, dalam karangan sebaiknya dipakai kata konkret sebanyak-banyaknya agar isi
karangan itu menjadi lebih jelas. Kata yang acuannya semakin mudah diserap
panca indera disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik,
hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap panca indera,
kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak
digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan
secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata
abstrak terlalu diobral dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar
dan tidak cermat.
Kata-kata konkrit dapat lebih efektif jika dipakai dalam
karangan narasi atau deskripsi sebab dalam merangsang panca indera. Kata-kata
abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang rumit.
1.5. Kata Penghubung
Kata penghubung (Konjungsi) adalah kata tugas yang menghubungkan
antar klausa, antar kalimat, dan antar paragraf. Kata penghubung antar klausa
biasanya terletak ditengah-tengah kalimat, sedangkan kata penghubung antar
kalimat di awal kalimat (setelah tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya),
dan kata penghubung antar
paragraf letaknya di awal paragraf.
paragraf letaknya di awal paragraf.
Macam-macam
kata penghubung dan fungsinya :
1.
Kata Penghubung Aditif (gabungan)
Kata
Penghubung aditif (gabungan) adalah konjungsi koordinatif yang berfungsi
menggabungkan dua kata, frasa, klausa, atau kalimat dalam kedudukan yang
sederajat, misalnya: dan, lagi, lagi pula, dan serta.
2. Kata Penghubung Pertentangan
Kata
penghubung pertentangan merupakan konjungsi koordinatif yang menghubungkan dua
bagian kalimat yang sederajat dengan mempententangkan kedua bagian tersebut.
Biasanya bagian yang kedua menduduki posisi yang lebih penting daripada yang
pertama, misalnya: tetapi, akan tetapi, melainkan, sebaliknya, sedangkan,
padahal, dan namun.
3. Kata Penghubung Disjungtif
(pilihan)
Kata
penghubung pilihan merupakan konjungsi koordinatif yang menghubungkan dua unsur
yang sederajat dengan memilih salah satu dari dua hal atau lebih, misalnya:
atau, atau....atau, maupun, baik...baik..., dan entah...entah...
4. Kata Penghubung Temporal (waktu)
Kata
penghubung temporal menjelaskan hubungan waktu antara dua hal atau peristiwa.
Kata-kata konjungsi temporal berikut ini menjelaskan hubungan yang tidak
sederajat, misalnya: apabila, bila, bilamana, demi, hingga, ketika, sambil, sebelum,
sampai, sedari, sejak, selama, semenjak, sementara, seraya, waktu, setelah,
sesudah, dan tatkala. Sementana konjungsi berikut ini menghubungkan dua bagian
kalimat yang sederajat, misalnya sebelumnya dan sesudahnya.
5. Kata Penghubung Final (tujuan)
Konjungsi
tujuan adalah semacam konjungsi modalitas yang menjelaskan maksud
dan tujuan suatu peristiwa atau tindakan. Kata-kata yang biasa dipakai untuk
menyatakan hubungan ini ialah: supaya, guna, untuk, dan agar.
dan tujuan suatu peristiwa atau tindakan. Kata-kata yang biasa dipakai untuk
menyatakan hubungan ini ialah: supaya, guna, untuk, dan agar.
6. Kata Penghubung Sebab (kausal)
Konjungsi
sebab menjelaskan bahwa suatu peristiwa terjadi karena suatu sebab
tertentu. Bila anak kalimat ditandai oleh konjungsi sebab, induk kalimat merupakan akibatnya. Kata-kata yang dipakai ialah: sebab, sebab itu, karena, dan karena itu.
tertentu. Bila anak kalimat ditandai oleh konjungsi sebab, induk kalimat merupakan akibatnya. Kata-kata yang dipakai ialah: sebab, sebab itu, karena, dan karena itu.
7. Kata Penghubung Akibat
(konsekutif)
Konjungsi
akibat menjelaskan bahwa suatu peristiwa terjadi akibat suatu hal yang
lain. Dalam hal ini anak kalimat ditandai konjungsi yang menyatakan akibat,
sedangkan peristiwanya dinyatakan dalam induk kalimat. Kata-kata yang dipakai
untuk menandai konjungsi akibat adalah sehingga, sampai, dan akibatnya.
lain. Dalam hal ini anak kalimat ditandai konjungsi yang menyatakan akibat,
sedangkan peristiwanya dinyatakan dalam induk kalimat. Kata-kata yang dipakai
untuk menandai konjungsi akibat adalah sehingga, sampai, dan akibatnya.
8. Kata Penghubung Syarat (kondisional)
Konjungsi syarat menjelaskan bahwa suatu hal dapat terjadi
bila syarat-syarat yang disebutkan itu dipenuhi. Kata kata yang menyatakan
hubungan ini adalah jika, jikalau, apabila, asalkan, kalau, dan bilamana.
9.
Kata Penghubung Tak Bersyarat
Kata
penghubung tak bersyarat menjelaskan bahwa suatu hal dapat terjadi tanpa perlu
ada syarat-syarat yang dipenuhi. Kata-kata yang termasuk dalam konjungsi ini
adalah walaupun, meskipun, dan biarpun.
10. Kata Penghubung Perbandingan
Kata
penghubung perbandingan berfungsi menghubungkan dua hal dengan cara
membandingkan kedua hal itu. Kata kata yang sering dipakai dalam konjungsi ini
adalah sebagai, sebagaimana, seperti, bagai, bagaikan, seakan-akan, ibarat,
umpama, dan daripada.
membandingkan kedua hal itu. Kata kata yang sering dipakai dalam konjungsi ini
adalah sebagai, sebagaimana, seperti, bagai, bagaikan, seakan-akan, ibarat,
umpama, dan daripada.
11. Kata Penghubung Korelatif
Konjungsi
korelatif menghubungkan dua bagian kalimat yang mempunyai hubungan sedemikian
rupa sehingga yang satu langsung mempenganuhi yang lain atau yang satu
melengkapi yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa kedua kalimat mempunyai
hubungan timbal-balik. Kata-kata yang yang menyatakan konjungsi ini adalah
semakin… . semakin, kian... . kian..., bertambah..., bertambah... . tidak
hanya……., tetapi juga..., sedemikian rupa..., sehingga..., baik..., dan maupun.
12. Kata Penghubung Penegas
(menguatkan atau intensifikasi)
Konjungsi
ini berfungsi untuk menegaskan atau meningkas suatu bagian kalimat
yang telah disebut sebelumnya. Termasuk di dalam konjungsi hal-hal yang
menyatakan rincian. Kata-kata yang tenmasuk dalam konjungsi ini adalah bahkan,
apalagi, yakni, yaitu, umpama, misalnya, ringkasnya, dan akhirnya.
yang telah disebut sebelumnya. Termasuk di dalam konjungsi hal-hal yang
menyatakan rincian. Kata-kata yang tenmasuk dalam konjungsi ini adalah bahkan,
apalagi, yakni, yaitu, umpama, misalnya, ringkasnya, dan akhirnya.
13. Kata Penghubung Penjelas
(penetap)
Konjungsi
penjelas berfungsi menghubungkan bagian kalimat terdahulu dengan perinciannya.
Contoh kata dalam konjungsi ini adalah bahwa.
14. Kata Penghubung Pembenaran (konsesif)
Konjungsi
pembenaran adalah konjungsi subondinatif yang menghubungkan dua hal dengan cara
membenarkan atau mengakui suatu hal. Pembenanan dinyatakan dalam klausa utama (induk
kalimat), sementara penolakan dinyatakan dalam anak kalimat yang didahului oleh
konjungsi seperti, meskipun, walaupun, biar, biarpun, sungguhpun, kendatipun,
dan sekalipun.
15. Kata Penghubung Urutan
Konjungsi
ini menyatakan urutan sesuatu hal. Kata-kata yang termasuk dalam konjungsi ini
adalah mula-mula, lalu, dan kemudian.
16.
Kata Penghubung Pembatasan
Kata
penghubung ini menyatakan pembatasan terhadap sesuatu hal atau dalam
batas-batas mana perbuatan dapat dikerjakan, misalnya kecuali, selain, dan
asal.
17. Kata Penghubung Penanda
Kata
penghubung ini menyatakan penandaan terhadap sesuatu hal. Kata-kata yang
ada dalam konjungsi ini adalah misalnya, umpama, dan contoh. Konjungsi lain yang masih merupakan konjungsi penanda yaitu konjungsi penanda pengutamaan.
Contoh kata-kata konjungsi ini adalah yang penting, yang pokok, paling utama, dan terutama.
ada dalam konjungsi ini adalah misalnya, umpama, dan contoh. Konjungsi lain yang masih merupakan konjungsi penanda yaitu konjungsi penanda pengutamaan.
Contoh kata-kata konjungsi ini adalah yang penting, yang pokok, paling utama, dan terutama.
18. Kata Penghubung Situasi
Kata
penghubung situasi menjelaskan suatu perbuatan terjadi atau berlangsung
dalam keadaan tertentu. Kata-kata yang dipakai dalam konjungsi ini adalah sedang, sedangkan, padahal, dan sambil.
dalam keadaan tertentu. Kata-kata yang dipakai dalam konjungsi ini adalah sedang, sedangkan, padahal, dan sambil.
1.6. Kata Umum dan Khusus
Kata-kata umum (Generik) ialah kata-kata yang luas ruang
lingkupnya, sedangkan kata-kata khusus ialah kata-kata yang sempit ruang
lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya dalam angan-angan. Sebaliknya,
makin khusus, mikin jelas dan tepat. Karena itu, untuk mengefektifkan penuturan
lebih tepat dipakai kata-kata khusus atau secara ringkas, kata umum ialah
kata yang luas ruang lingkupnya dan dapat mencakup banyak hal, sedangkan kata
khusus ialah kata yang sempit/ terbatas ruang lingkupnya.
Contoh:
Umum :
Darta menggendong adiknya sambil membawa buku dan
sepatu.
Khusus :
Darta menggendong adiknya sambil mengapit buku dan
sepatu.
Umum :
Bel berbunyi panjang tanda pelajaran habis.
Khusus :
Bel berdering panjang tanda pelajaran habis.
1.7. Bahasa Substandar
Bahasa standar adalah semacam bahasa yang dapat dibatasi sebagai
tutur dari mereka yang menduduki status sosial yang cukup dalam suatu
masyarakat. Kelas ini meliputi pejabat pemerintah, ahli bahasa, ahli hukum,
dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, dan lain
sebagainya. Bahasa non standar adalah bahasa dari
mereka yang tidak memperoleh pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini
dipakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan. Kadang unsur ini
digunakan juga oleh para kaum pelajar dalam bersenda gurau. Bahasa non standar
juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar.
Bahasa standar lebih efektif dari pada bahasa non standar. Bahasa non standar biasanya cukup untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.
Bahasa standar lebih efektif dari pada bahasa non standar. Bahasa non standar biasanya cukup untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.
1.8. Penggunaan Kata Ilmiah dan
Modern
Tidak semua orang yang menduduki status sosial yang tinggi
mempergunakan gaya yang sama dalam aktivitas bahasanya. Mereka akan
mempergunakan beberapa macam variasi pilihan kata sesuai dengan kesempatan yang
dihadapinya. Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi
seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori sesuai dengan
penggunaannya. Salah satu diantaranya adalah kata-kata ilmiah lawan kata populer.
Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi
seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori salah satunya adalah
kata-kata ilmiah melawan kata-kata populer. Bagian terbesar dari kosa kata
sebuah bahasa terdiri dari kata-kata yang umum yang dipakai oleh semua lapisan
masyarakat, baik yang terpelajar maupun orang atau rakyat jelata. Maka kata ini
dinamakan kata-kata populer. Kata-kata ini juga dipakai dalam
pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi yang khusus, dan dalam
diskusi-diskusi ilmiah.
Contoh:
Kata populer kata ilmiah
Sesuai Harmonis
Aneh Eksentrik
Bukti Argumen
Kesimpulan konklusi
Kata populer kata ilmiah
Sesuai Harmonis
Aneh Eksentrik
Bukti Argumen
Kesimpulan konklusi
1.9. Jargon
Jargon adalah suatu bahasa, dialek, atau struktur yang
dianggap kurang sopan atau aneh tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam
bahasa atau dialek yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus
dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua
franca. Jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu
bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau
kelompok-kelompok khusus lainnya. Oleh karena itu jargon merupakan bahasa yang
khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran
yang umum. Sebab itu, hendaknya dihindari sejauh mungkin unsur jargon dalam
sebuah tulisan umum.
1.10. Kata Slang
Kata-kata slang adalah semacam kata
percakapan yang tinggi atau murni.
Kata slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara
khas; bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata
slang yang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja. Kata-kata slang
sebenarnya bukan hanya terdapat pada golongan terpelajar, tetapi juga pada
semua lapisan masyarakat.
1.11. Kata Percakapan
Yang dimaksud dengan kata percakapan adalah kata-kata yang
biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik.
Termasuk di dalam kategori ini adalah ungkapan-ungkapan umum dan kebiasaan
menggunakan bentuk-bentuk gramatikal tertentu oleh kalangan ini. Pengertian
percakapan di sini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang
tidak benar, tidak terpelihara atau yang tidak disenangi. Bahasa percakapan
yang dimaksud di sini jauh lebih luas cakupannya dari pengertian kata-kata
populer dan konstruksi-konstruksi idiomatis. Disamping kata-kata populer dan
konstruksi-konstruksi idiomatis, kata-kata percakapan mencakup pula sebagian
dari kata-kata ilmiah atau kata-kata yang tidak umum (slang) yang biasa dipakai
oleh golongan terpelajar saja. Suatu bentuk dari bahasa percakapan adalah
singkatan-singkatan misalnya dok, prof, kep, masing-masing untuk dokter,
profesor, dan kapten. Seperti halnya dengan kata-kata lainnya, kata-kata
percakapan ini bisa meresap ke lapisan-lapisan yang lebih rendah karena sering
dipakai.
1.12. Kata Usang ( Idiom Mati )
Biasanya idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa
dalam bahasa Indonesia, tetapi idiom itu jauh lebih luas dari peribahasa. Yang
disebut idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah
bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa
diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna
kata-kata yang membentuknya. Misalnya: seorang asing yang sudah mengetahui
makna kata makan dan tangan, tidak akan memahami makna perasa makan tangan.
Siapa yang berfikir bahwa makan tangan sama artinya dengan kena tinju atau
beruntung besar? idiom lain yang menggunakan kata makan seperti: makan garam,
makan hati, dan sebagainya.
Atau, Idiom ialah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase)
yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan unsur makna yang
membentuknya. Atau, Ungkapan atau idiom, yaitu perkataan atau sekelompok kata
yang khusus untuk menyatakan sesuatu maksud dalam arti kiasan. Contoh : Buah
ratap = isi ratapan, Buah baju = kancing, Buah pena = karangan.
Contoh
lain :
(1) selaras dengan (2)
membanting tulang
insaf
akan bertekuk
lutut
berbicara
tentang mengadu
domba
Pada contoh (1) terlihat bahwa kata tugas dengan,
akan, tentang, dengan kata-kata yang digabungkannya merupakan ungkapan
tetap. Jadi, tidak tepat jika diubah atau digantikan, misalnya menjadi:
selaras tentang
insaf dengan
berbicara akan
Demikian pula contoh (2), idiom-idiom tersebut tidak dapat
diubah misalnya menjadi:
membanting kulit
bertekuk paha
mengadu kambing
1.13. Bahasa Artfisial
Yang dimaksud dengan artifisial adalah bahasa yang disusun
secara seni. Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan,
tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. Fakta dan
pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan
langsung tak perlu disembunyikan.
Artifisial : Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin kepada kemuning. Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bima sakti yang jauh.
Biasa : Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang .
Artifisial : Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin kepada kemuning. Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bima sakti yang jauh.
Biasa : Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang .
1.14. Pemakaian Kata Indria
Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat
adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pegalaman-pengalaman yang diserap
oleh panca indera, yaitu serapan indria penglihatan, pendengaran, peraba,
perasa, dan penciuman. Tetapi sering kali terjadi hubungan antara indria dengan
indria yang lain dirasakan begitu rapatnya, sehingga kata yang sebenarnya
dikenakan kepada suatu indria dikenakan pula pada indria lainnya. Gejala
semacam ini disebut sinestesia.
Contoh :
wajahnya manis sekali.
Suaranya manis kedengarannya.
Kata-kata yang lazim dipakai untuk menyatakan penserapan itu adalah
Peraba : dingin, panas, lembab, basah, kering, dan kasar.
Perasa : pedas, pahit, asam, dan manis.
Pencium : basi, busuk, anyer dan tenggek.
Pendengaran : dengung, derung, ringkik, lengking, dan kicau.
Penglihatan : kabur, mengkilat, kemerah-merahan, dan seri.
Karena kata-kata indria melukiskan suatu sifat yang khas dari penserapan panca indria, maka pemakaiannya harus tepat.
Suaranya manis kedengarannya.
Kata-kata yang lazim dipakai untuk menyatakan penserapan itu adalah
Peraba : dingin, panas, lembab, basah, kering, dan kasar.
Perasa : pedas, pahit, asam, dan manis.
Pencium : basi, busuk, anyer dan tenggek.
Pendengaran : dengung, derung, ringkik, lengking, dan kicau.
Penglihatan : kabur, mengkilat, kemerah-merahan, dan seri.
Karena kata-kata indria melukiskan suatu sifat yang khas dari penserapan panca indria, maka pemakaiannya harus tepat.
2.4.
PERUBAHAN MAKNA
Perubahan
makna terjadi karena kata tidak bersifat statis. Dari waktu ke waktu makna kata
dapat mengalami perubahan. Untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat maka
setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang
terjadi. Perubahan makna terbagi menjadi 6 bagian, antara lain :
1.
Perluasan
Makna (Generalisasi)
Perluasan
makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih
umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.
Contoh:
makna
lama makna
baru
Bapak:
orang tua laki-laki semua
orang laki-laki yang lebih tua
atau berkedudukan lebih tinggi.
Saudara:
anak yang sekandung semua orang
yang sama umur/derajat.
2.
Penyempitan
Makna (Spesialisasi)
Penyempitan
makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/luas ke yang lebih khusus/sempit.
Cakupan baru/sekarang lebih sempit daripada makna lama (semula).
Contoh:
makna
lama: makna
baru:
sarjana :
cendikiawan lulusan
perguruan tinggi
pendeta : orang yang
berilmu guru
Kristen
madrasah :
sekolah sekolah
agama Islam
3.
Peninggian
Makna (Ameliorasi)
Peninggian
makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tingg/hormat/halus/baik
nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna
lama: makna
baru:
Bung : panggilan kepada orang
laki-laki panggilan kepada pemimpin
Putra : anak
laki-laki lebih
tinggi daripada anak
4.
Penurunan
Makna (Peyorasi)
Penurunan
makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih
rendah/kurang baik/kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna
lama: makna
baru:
Bini : perempuan yang sudah dinikahi lebih
rendah daripada
istri/ nyonya
Bunting:
mengandung lebih
rendah dari kata hamil
5.
Persamaan
(Asosiasi)
Asosiasi
ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan
makna baru.
Contoh:
makna
lama: makna
baru:
Amplop : sampul
surat uang
sogok
Bunga :
kembang gadis
cantik
Mencatut : mencabut dengan
catut menarik keuntungan
6.
Pertukaran
(Sinestesia)
Sinestesia
ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari
indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar,
dan sebagainya.
Contoh:
Suaranya
terang
sekali (pendengaran
penglihatan)
Rupanya
manis (penglihat
perasa)
Namanya
harum (pendengar
pencium)
7.
Metafora
Metafora adalah
perubahan makna karena perbedaan sifat dua objek
Contoh:
Matahari (sang
surya)
putri
malam (untuk
bulan)
pulau (empu
laut)
Semuanya
dibentuk berdasarkan metafora. Salah satu sub tipe dari metafora adalah
sinestesia yaitu perubahan makna berdasarkan pergeseran istilah antara dua
indria misalnya, dari peraba ke penciuman.
8.
Metonimi
Metonimi sebagai
suatu proses perubahan makna terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata
yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama, dan dapat diklasifikasi
menurut tempat atau waktu, hubungan isi dan kulit, dan antara sebab dan akibat.
Contoh
:
Kota : Susunan batu yang dibuat
mengelilingi sebuah tempat
(makna lama) pemukiman sebagai pertahanan dari luar.
Kota :
Sekarang tempat pemukiman itu disebut kota,
(makna
baru) walaupun sudah tidak ada susunan batunya
lagi.
2.5. EFEK KETATABAHASAAN PILIHAN
KATA
Dengan adanya diksi/pemilihan kata bahasa semakin tertata dan
mudah diterima oleh pembacanya. Sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat
disampaikan secara tepat dan ekonomis. Kelangsungan dapat terganggu bila
seorang pembicara atau pengarang mempergunakan terlalu banyak kata untuk suatu
maksud yang dapat diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan kata-kata yang
kabur yang bisa menimbulkan ambiguitas (makna ganda).
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Dari materi di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi bukan hanya
berarti pilih memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan
gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa,
ungkapan-ungkapan, dan sebagainya. Adapun fungsi diksi adalah untuk memperoleh
keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Memilih kata yang tepat pada
situasi tertentu mencerminkan karakter bahkan kualitas seseorang.
Adapun
unsur-unsur yang terdapat dalam diksi yaitu :
1. Ketepatan kata
2. Kesesuaian kata
3. Perubahan makna
4. Efek ketatabahasaan pilihan kata
Komentar
Posting Komentar