DIKSI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Jika menulis atau berbicara, kita selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk menjadi kelompok kata, klausa, kalimat, paragraf dan akhirnya sebuah wacana. Ketika anda menulis atau berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata–kata yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinia dan wacana. Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata dengan sesuka hati, tetapi harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Di dalam sebuah karangan, diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.

1.2. Tujuan
Pembahasan materi dari makalah ini bertujuan untuk:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
2.      Untuk menambah wawasan penulis serta pembaca tentang diksi.
3.      Untuk mengetahui penggunaan kata yang baik dan benar.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Diksi
            Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata–kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi  mencakup pengertian kata–kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata–kata yang tepat atau menggunakan ungkapan–ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Adapun fungsi Diksi ialah untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan sesuai. Ketepatan pilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana. Selain itu berfungsi untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih indah. Dan juga dengan adanya diksi oleh pengarang berfungsi untuk mendukung jalan cerita agar lebih runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas mendeskripsikan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalam cerita tersebut.
Diksi sangat banyak digunakan dalam cerita fiktif misalnya penggunaan majas metafora, anafora, litotes, simile, personafikasi dan sebagainya.
Majas (figurative language) adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Majas merupakan bentuk retoris, yang penggunaannya antara lain untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak atau pembacanya. Secara garis besar, majas-majas tersebut terbagi dalam majas perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.



1.      Majas Perbandingan
a.      Asosiasi (simile) adalah perbandingan dua hal yang hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti.
Contoh :  Semangatnya keras bagaikan baja.
b.      Metafora adalah majas perbandingan yang diungkapkan secara singkat dan padat.
Contoh :  Dia dianggap anak emas majikannya.
c.       Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.
Contoh :  Badai mengamuk dan merobohkan rumah penduduk.
d.      Alegori adalah cerita kiasan atau lukisan yang mengiaskan hal lain atau kejadian lain.
Contoh : Puisi “Diponegoro” karya Sanusi Pane.

2.      Majas Pertentangan
a.      Hiperbola adalah majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan daya pengaruh. Contoh :  Saya terkejut setengah mati mendengar perkataannya.
b.      Litotes adalah majas yang ditujukan untuk mengurangi atau mengecil-ngecilkan kenyataan sebenarnya. Tujuannya antara lain untuk merendahkan diri.
Contoh : Kami berharap Anda menerima pemberian yang tidak berharga ini.
c.       Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud untuk menyindir atau memperolok-olok.
Contoh :  Bagus sekali rapormu, Andi, banyak angka merahnya.
d.      Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung, agak kasar.
Contoh : Perkataanmu tadi sangat menyebalkan!
e.       Sarkasme adalah sindiran kasar berupa ungkapan kasar yang dapat menyakitkan hati orang.
Contoh :  Tidurnya saja sehari-hari seperti babi.
3.      Majas Pertautan
a.      Metonomia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal lainnya sebagai penggantinya (majas ciptaan atau buatan).
Contoh :  Ayah baru saja membeli zebra, padahal saya ingin Kijang.
b.      Sinekdok Pars Pro Toto adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya.
Contoh :  Setiap kepala dikenakan biaya.
c.       Sinekdok Totem Pro Parte adalah menyebutkan keseluruhan untuk pengganti sebagian saja.
Contoh :  Semoga Indonesia menjadi juara Thomas Cup.
d.      Alusio adalah majas yang menunjuk secara tidak langsung pada suatu tokoh atau peristiwa yang sudah diketahui bersama.
Contoh :  Banyak korban berjatuhan akibat kekejaman Nazi.
e.       Elipsis adalah majas yang di dalamnya terdapat penghilangan kata atau bagian kalimat.
Contoh : Dia dan ibunya ke Tasikmalaya. (Penghilangan predikat pergi)
f.        Inversi adalah majas yang dinyatakan oleh pengubahan susunan kalimat.
Contoh :  Paman saya wartawan = Wartawan, paman saya.

4.      Majas Penegasan/Perulangan
a.      Pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud untuk menegaskan arti suatu kata.
Contoh : Mereka turun ke bawah untuk melihat keadaan barang-barangnya yang jatuh.
b.      Klimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturut-turut yang makin lama makin menghebat.
Contoh : Semua jenis kendaraan, mulai dari sepeda, motor, sampai mobil bejejer di halaman.
c.       Antiklimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturut-turut yang makin lama makin menurun (melemah).
Contoh : Bapak Kepala Sekolah, Para guru, dan murid-murid, sudah hadir di lapangan upacara.
d.      Retoris adalah majas yang berupa kalimat tanya yang jawabannya itu sudah diketahui oleh penanya. Tujuannya untuk memberikan penegasan pada masalah yang diuraikannya, untuk meyakinkan, ataupun sebagai sindiran.
Contoh : Siapa yang tidah ingin hidup bahagia?
e.       Aliterasi adalah majas yang memanfaatkan kata-kata yang bunyi awalnya sama.
Contoh : Dara damba daku, datang dari danau.
f.        Antanaklasis adalah majas yang mengandung ulangan kata yang sama, dengan makna yang berbeda.
Contoh :Karena buah penanya yang kontroversial, dia menjadi buah bibir masyarakat.
g.      Repetisi adalah majas perulangan kata-kata sebagai penegasan dalam kalimat yang berbeda.
Contoh : Terlalu banyak penderitaan menimpa dirinya. Terlalu banyak masalah yang dihadapinya. Terlalu banyak.
h.      Tautologi adalah majas perulangan kata-kata sebagai penegasan dalam sebuah kalimat.
Contoh : Selamat datang pahlawanku, selamat datang pujaanku.
i.        Paralelisme adalah majas perulangan sebagaimana halnya repetisi, hanya disusun dalam baris yang berbeda. Biasanya terdapat dalam puisi.
Contoh : Sunyi itu duka.
j.        Kiasmus adalah majas yang berisi perulangan dan sekaligus menganduk inverse.
Contoh : Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin merasa dirinya kaya.

2.2. KETEPATAN KATA
Ketepatan adalah kesesuaian pemakaian unsur-unsur yang membentuk suatu kalimat sehingga tercipta suatu pengertian yang baik dalam mengungkapkan sebuah gagasan atau ide.
Syarat Ketepatan pemilihan kata, terdapat 6 syarat, yaitu :
1. Dapat membedakan antara makna denotasi dan konotasi.
2. Dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim.
3. Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip ejaanya.
4. Dapat memahami dengan tepat makna kata – kata konkret dan abstrak.
5. Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
- Antara….dan….
- Tidak….tetapi…
6. Dapat membedakan kata-kata umum dan kata khusus.


2.3. KESESUAIAN KATA
Kesesuaian adalah kecocokan dalam penggunaan kata, kecocokan mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu. Walaupun terkadang masih terdapat beberapa perbedaan seperti tata bahasa, pola kalimat, panjang atau kompleknya suatu alinea, dan segi lainnya.
Syarat Kesesuaian pemilihan kata, yaitu :
1.  Hindarilah bahasa atau unsur substandar dalam situasi yang formal
2. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata popular.
3. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
4. Penulis atau pembicara sebisa mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang.
5. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
6. Hindarilah ungkapan-ungkapan using (idiom yang mati).
7. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artfisial.
Dua persyaratan pokok tersebutlah yang harus diperhatikan dalam memilih kata (diksi), yaitu ketepatan dan kesesuaian. Di dalam pemilihan kata tidak hanya memperhatikan kesesuaian dan ketepatan kata, ada faktor pendukung dalam pemilihan kata.
1.1. Makna
Makna sebuah kata dan atau kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
1.      Makna Leksikal :  makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera/makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
2.      Makna Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”.
3.      Makna Denotasi dan Konotasi
Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.
Contoh:
Merah  : Warna seperti warna darah.
Ular     : Binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.
Makna konotatif (evaluasi/nonreferensial) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar                                        Makna tambahan
(denotasi)                                              (konotasi)
Merah  : warna   ……………………….berani; dilarang
Ular     : binatang  ……………………..menakutkan/ berbahaya
Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi. Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.
Contoh:
Konotasi positif                                    Konotasi negatif
suami istri                                             laki bini
tunanetra                                               buta
pria                                                        laki-laki
Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.

1.2. Kata-kata yang Hampir Bersinonim
1.      Sinonim
Sinonim ialah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Sinonim ini dipergunakan untuk mengalihan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi.
Contoh:
a.       Yang sama maknanya
sudah  -  telah
sebab  -  karena
b.      Yang hampir sama maknanya
untuk – bagi – buat – guna
melihat – mengerling – menatap – menengok
2.      Antonim
Antonim ialah kata-kata yang berlawanan maknanya/ oposisi.
Contoh:
Besar               ><  kecil
Ibu                   ><  bapak
3.      Homonim
Homonim ialah dua kata atau lebih yang ejaannya sama, lafalnya sama, tetapi maknanya berbeda.
Contoh:
bisa I               : racun
bisa II              : dapat
kopi I               : minuman
kopi II             : salinan
4.      Homograf
Homograf adalah dua kata atau lebih yang tulisannya sama, ucapannya berbeda, dan maknanya berbeda.
Contoh:
Tahu    :  makanan
Tahu    :  paham
Teras    :  inti kayu
Teras    :  bagian rumah
5.      Homofon
Homofon ialah dua kata atau lebih yang tulisannya berbeda, ucapannya sama, dan maknanya berbeda.
Contoh:
bang dengan bank
masa dengan massa


6.      Polisemi
Polisemi ialah suatu kata yang memilki makna banyak.
Contoh:
a. Didik jatuh dari sepeda.
b. Peringatan HUT RI ke-55 jatuh hari Minggu.
7.      Hiponim
Hiponim ialah kata-kata yang tingkatnya ada di bawah kata yang menjadi superordinatnya/ hipernim (kelas atas).
Contoh:  Kata bunga merupakan superordinat, sedangkan mawar, melati, anggrek, flamboyan, dan sebagainya merupakan hiponimnya. Hubungan mawar, melati, anggrek, dan flamboyan disebut kohiponim.

1.3. Kata-kata yang Hampir Mirip Ejaannya
Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, makna akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa-bawah-bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, preposisi-proposisi, korporasi-koperasi, dan lain sebagainya.

1.4. Makna Kata-kata Konkret dan Abstrak
Kata-kata konkret adalah kata-kata yang menunjuk kepada objek yang dilihat, didengar, disarakan, diraba, atau dihirup; sedangkan kata-kata abstrak ialah kata-kata yang menunjuk kepada sifat, konsep, atau gagasan. Kata-kata konkret lebih mudah dipahami. Karena itu, dalam karangan sebaiknya dipakai kata konkret sebanyak-banyaknya agar isi karangan itu menjadi lebih jelas. Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca indera disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap panca indera, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
Kata-kata konkrit dapat lebih efektif jika dipakai dalam karangan narasi atau deskripsi sebab dalam merangsang panca indera. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang rumit.

1.5. Kata Penghubung
Kata penghubung (Konjungsi) adalah kata tugas yang menghubungkan antar klausa, antar kalimat, dan antar paragraf. Kata penghubung antar klausa biasanya terletak ditengah-tengah kalimat, sedangkan kata penghubung antar kalimat di awal kalimat (setelah tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya), dan kata penghubung antar
paragraf letaknya di awal paragraf.
Macam-macam kata penghubung dan fungsinya :
1. Kata Penghubung Aditif (gabungan)
Kata Penghubung aditif (gabungan) adalah konjungsi koordinatif yang berfungsi menggabungkan dua kata, frasa, klausa, atau kalimat dalam kedudukan yang sederajat, misalnya: dan, lagi, lagi pula, dan serta.
2. Kata Penghubung Pertentangan
Kata penghubung pertentangan merupakan konjungsi koordinatif yang menghubungkan dua bagian kalimat yang sederajat dengan mempententangkan kedua bagian tersebut. Biasanya bagian yang kedua menduduki posisi yang lebih penting daripada yang pertama, misalnya: tetapi, akan tetapi, melainkan, sebaliknya, sedangkan, padahal, dan namun.
3. Kata Penghubung Disjungtif (pilihan)
Kata penghubung pilihan merupakan konjungsi koordinatif yang menghubungkan dua unsur yang sederajat dengan memilih salah satu dari dua hal atau lebih, misalnya: atau, atau....atau, maupun, baik...baik..., dan entah...entah...
4. Kata Penghubung Temporal (waktu)
Kata penghubung temporal menjelaskan hubungan waktu antara dua hal atau peristiwa. Kata-kata konjungsi temporal berikut ini menjelaskan hubungan yang tidak sederajat, misalnya: apabila, bila, bilamana, demi, hingga, ketika, sambil, sebelum, sampai, sedari, sejak, selama, semenjak, sementara, seraya, waktu, setelah, sesudah, dan tatkala. Sementana konjungsi berikut ini menghubungkan dua bagian kalimat yang sederajat, misalnya sebelumnya dan sesudahnya.
5. Kata Penghubung Final (tujuan)
Konjungsi tujuan adalah semacam konjungsi modalitas yang menjelaskan maksud
dan tujuan suatu peristiwa atau tindakan. Kata-kata yang biasa dipakai untuk
menyatakan hubungan ini ialah: supaya, guna, untuk, dan agar.
6. Kata Penghubung Sebab (kausal)
Konjungsi sebab menjelaskan bahwa suatu peristiwa terjadi karena suatu sebab
tertentu. Bila anak kalimat ditandai oleh konjungsi sebab, induk kalimat merupakan akibatnya. Kata-kata yang dipakai ialah: sebab, sebab itu, karena, dan karena itu.
7. Kata Penghubung Akibat (konsekutif)
Konjungsi akibat menjelaskan bahwa suatu peristiwa terjadi akibat suatu hal yang
lain. Dalam hal ini anak kalimat ditandai konjungsi yang menyatakan akibat,
sedangkan peristiwanya dinyatakan dalam induk kalimat. Kata-kata yang dipakai
untuk menandai konjungsi akibat adalah sehingga, sampai, dan akibatnya.
8.      Kata Penghubung Syarat (kondisional)
Konjungsi syarat menjelaskan bahwa suatu hal dapat terjadi bila syarat-syarat yang disebutkan itu dipenuhi. Kata kata yang menyatakan hubungan ini adalah jika, jikalau, apabila, asalkan, kalau, dan bilamana.
9. Kata Penghubung Tak Bersyarat
Kata penghubung tak bersyarat menjelaskan bahwa suatu hal dapat terjadi tanpa perlu ada syarat-syarat yang dipenuhi. Kata-kata yang termasuk dalam konjungsi ini adalah walaupun, meskipun, dan biarpun.
10. Kata Penghubung Perbandingan
Kata penghubung perbandingan berfungsi menghubungkan dua hal dengan cara
membandingkan kedua hal itu. Kata kata yang sering dipakai dalam konjungsi ini
adalah sebagai, sebagaimana, seperti, bagai, bagaikan, seakan-akan, ibarat,
umpama, dan daripada.
11. Kata Penghubung Korelatif
Konjungsi korelatif menghubungkan dua bagian kalimat yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga yang satu langsung mempenganuhi yang lain atau yang satu melengkapi yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa kedua kalimat mempunyai hubungan timbal-balik. Kata-kata yang yang menyatakan konjungsi ini adalah semakin… . semakin, kian... . kian..., bertambah..., bertambah... . tidak hanya……., tetapi juga..., sedemikian rupa..., sehingga..., baik..., dan maupun.
12. Kata Penghubung Penegas (menguatkan atau intensifikasi)
Konjungsi ini berfungsi untuk menegaskan atau meningkas suatu bagian kalimat
yang telah disebut sebelumnya. Termasuk di dalam konjungsi hal-hal yang
menyatakan rincian. Kata-kata yang tenmasuk dalam konjungsi ini adalah bahkan,
apalagi, yakni, yaitu, umpama, misalnya, ringkasnya, dan akhirnya.
13. Kata Penghubung Penjelas (penetap)
Konjungsi penjelas berfungsi menghubungkan bagian kalimat terdahulu dengan perinciannya. Contoh kata dalam konjungsi ini adalah bahwa.
14. Kata Penghubung Pembenaran (konsesif)
Konjungsi pembenaran adalah konjungsi subondinatif yang menghubungkan dua hal dengan cara membenarkan atau mengakui suatu hal. Pembenanan dinyatakan dalam klausa utama (induk kalimat), sementara penolakan dinyatakan dalam anak kalimat yang didahului oleh konjungsi seperti, meskipun, walaupun, biar, biarpun, sungguhpun, kendatipun, dan sekalipun.
15. Kata Penghubung Urutan
Konjungsi ini menyatakan urutan sesuatu hal. Kata-kata yang termasuk dalam konjungsi ini adalah mula-mula, lalu, dan kemudian.
16. Kata Penghubung Pembatasan
Kata penghubung ini menyatakan pembatasan terhadap sesuatu hal atau dalam batas-batas mana perbuatan dapat dikerjakan, misalnya kecuali, selain, dan asal.
17. Kata Penghubung Penanda
Kata penghubung ini menyatakan penandaan terhadap sesuatu hal. Kata-kata yang
ada dalam konjungsi ini adalah misalnya, umpama, dan contoh. Konjungsi lain yang masih merupakan konjungsi penanda yaitu konjungsi penanda pengutamaan.
Contoh kata-kata konjungsi ini adalah yang penting, yang pokok, paling utama, dan terutama.
18. Kata Penghubung Situasi
Kata penghubung situasi menjelaskan suatu perbuatan terjadi atau berlangsung
dalam keadaan tertentu. Kata-kata yang dipakai dalam konjungsi ini adalah sedang, sedangkan, padahal, dan sambil.

1.6. Kata Umum dan Khusus
Kata-kata umum (Generik) ialah kata-kata yang luas ruang lingkupnya, sedangkan kata-kata khusus ialah kata-kata yang sempit ruang lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya dalam angan-angan. Sebaliknya, makin khusus, mikin jelas dan tepat. Karena itu, untuk mengefektifkan penuturan lebih tepat dipakai kata-kata khusus atau secara ringkas, kata umum ialah kata yang luas ruang lingkupnya dan dapat mencakup banyak hal, sedangkan kata khusus ialah kata yang sempit/ terbatas ruang lingkupnya.
Contoh:
Umum       :   Darta menggendong adiknya sambil membawa buku dan sepatu.
Khusus      :   Darta menggendong adiknya sambil mengapit buku dan sepatu.
Umum       :   Bel berbunyi panjang tanda pelajaran habis.
Khusus      :   Bel berdering panjang tanda pelajaran habis.

1.7. Bahasa Substandar
Bahasa standar adalah semacam bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Kelas ini meliputi pejabat pemerintah, ahli bahasa, ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, dan lain sebagainya. Bahasa non standar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan. Kadang unsur ini digunakan juga oleh para kaum pelajar dalam bersenda gurau. Bahasa non standar juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar.
Bahasa standar lebih efektif dari pada bahasa non standar. Bahasa non standar biasanya cukup untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.

1.8. Penggunaan Kata Ilmiah dan Modern
Tidak semua orang yang menduduki status sosial yang tinggi mempergunakan gaya yang sama dalam aktivitas bahasanya. Mereka akan mempergunakan beberapa macam variasi pilihan kata sesuai dengan kesempatan yang dihadapinya. Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori sesuai dengan penggunaannya. Salah satu diantaranya adalah kata-kata ilmiah lawan kata populer.
Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori salah satunya adalah kata-kata ilmiah melawan kata-kata populer. Bagian terbesar dari kosa kata sebuah bahasa terdiri dari kata-kata yang umum yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik yang terpelajar maupun orang atau rakyat jelata. Maka kata ini dinamakan kata-kata populer. Kata-kata ini juga dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi yang khusus, dan dalam diskusi-diskusi ilmiah.
Contoh:
Kata populer kata ilmiah
Sesuai Harmonis
Aneh Eksentrik
Bukti Argumen
Kesimpulan konklusi

1.9. Jargon
Jargon adalah suatu bahasa, dialek, atau struktur yang dianggap kurang sopan atau aneh tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam bahasa atau dialek yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca. Jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya. Oleh karena itu jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum. Sebab itu, hendaknya dihindari sejauh mungkin unsur jargon dalam sebuah tulisan umum.

1.10. Kata Slang
Kata-kata slang adalah semacam kata percakapan yang tinggi atau murni.
Kata slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara khas; bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang yang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja. Kata-kata slang sebenarnya bukan hanya terdapat pada golongan terpelajar, tetapi juga pada semua lapisan masyarakat.

1.11. Kata Percakapan
Yang dimaksud dengan kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Termasuk di dalam kategori ini adalah ungkapan-ungkapan umum dan kebiasaan menggunakan bentuk-bentuk gramatikal tertentu oleh kalangan ini. Pengertian percakapan di sini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang tidak benar, tidak terpelihara atau yang tidak disenangi. Bahasa percakapan yang dimaksud di sini jauh lebih luas cakupannya dari pengertian kata-kata populer dan konstruksi-konstruksi idiomatis. Disamping kata-kata populer dan konstruksi-konstruksi idiomatis, kata-kata percakapan mencakup pula sebagian dari kata-kata ilmiah atau kata-kata yang tidak umum (slang) yang biasa dipakai oleh golongan terpelajar saja. Suatu bentuk dari bahasa percakapan adalah singkatan-singkatan misalnya dok, prof, kep, masing-masing untuk dokter, profesor, dan kapten. Seperti halnya dengan kata-kata lainnya, kata-kata percakapan ini bisa meresap ke lapisan-lapisan yang lebih rendah karena sering dipakai.


1.12. Kata Usang ( Idiom Mati )
Biasanya idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa dalam bahasa Indonesia, tetapi idiom itu jauh lebih luas dari peribahasa. Yang disebut idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Misalnya: seorang asing yang sudah mengetahui makna kata makan dan tangan, tidak akan memahami makna perasa makan tangan. Siapa yang berfikir bahwa makan tangan sama artinya dengan kena tinju atau beruntung besar? idiom lain yang menggunakan kata makan seperti: makan garam, makan hati, dan sebagainya.
Atau, Idiom ialah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan unsur makna yang membentuknya. Atau, Ungkapan atau idiom, yaitu perkataan atau sekelompok kata yang khusus untuk menyatakan sesuatu maksud dalam arti kiasan. Contoh : Buah ratap = isi ratapan, Buah baju = kancing, Buah pena = karangan.
Contoh lain :
(1) selaras dengan                         (2) membanting tulang
      insaf akan                                      bertekuk lutut
      berbicara tentang                           mengadu domba
Pada contoh (1) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang, dengan kata-kata yang digabungkannya merupakan ungkapan tetap. Jadi, tidak tepat jika diubah atau digantikan, misalnya menjadi:
selaras tentang
insaf dengan
berbicara akan
Demikian pula contoh (2), idiom-idiom tersebut tidak dapat diubah misalnya menjadi:
membanting kulit
bertekuk paha
mengadu kambing
1.13. Bahasa Artfisial
Yang dimaksud dengan artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.
Artifisial         : Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin kepada kemuning. Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bima sakti yang jauh.
Biasa               : Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang .

1.14. Pemakaian Kata Indria
Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pegalaman-pengalaman yang diserap oleh panca indera, yaitu serapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Tetapi sering kali terjadi hubungan antara indria dengan indria yang lain dirasakan begitu rapatnya, sehingga kata yang sebenarnya dikenakan kepada suatu indria dikenakan pula pada indria lainnya. Gejala semacam ini disebut sinestesia.
Contoh      : wajahnya manis sekali.
Suaranya manis kedengarannya.
Kata-kata yang lazim dipakai untuk menyatakan penserapan itu adalah
Peraba                   : dingin, panas, lembab, basah, kering, dan kasar.
Perasa                    : pedas, pahit, asam, dan manis.
Pencium                : basi, busuk, anyer dan tenggek.
Pendengaran         : dengung, derung, ringkik, lengking, dan kicau.
Penglihatan           : kabur, mengkilat, kemerah-merahan, dan seri.
Karena kata-kata indria melukiskan suatu sifat yang khas dari penserapan panca indria, maka pemakaiannya harus tepat.

2.4.  PERUBAHAN MAKNA
            Perubahan makna terjadi karena kata tidak bersifat statis. Dari waktu ke waktu makna kata dapat mengalami perubahan. Untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat maka setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi. Perubahan makna terbagi menjadi 6 bagian, antara lain :
1.      Perluasan Makna (Generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.
Contoh:
makna lama                                         makna baru
Bapak: orang tua laki-laki                   semua orang laki-laki yang lebih tua
atau berkedudukan lebih tinggi.
Saudara: anak yang sekandung           semua orang yang sama umur/derajat.

2.      Penyempitan Makna (Spesialisasi)
Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/luas ke yang lebih khusus/sempit. Cakupan baru/sekarang lebih sempit daripada makna lama (semula).
Contoh:
makna lama:                                                    makna baru:
sarjana             : cendikiawan                          lulusan perguruan tinggi
pendeta           : orang yang berilmu               guru Kristen
madrasah         : sekolah                                  sekolah agama Islam

3.      Peninggian Makna (Ameliorasi)
Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tingg/hormat/halus/baik nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna lama:                                                    makna baru:
Bung   : panggilan kepada orang laki-laki      panggilan kepada pemimpin
Putra    : anak laki-laki                                     lebih tinggi daripada anak

4.      Penurunan Makna (Peyorasi)
Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih rendah/kurang baik/kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna lama:                                                    makna baru:
Bini     : perempuan yang sudah dinikahi       lebih rendah daripada
istri/   nyonya
Bunting: mengandung                                    lebih rendah dari kata hamil

5.      Persamaan (Asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan makna baru.
Contoh:
makna lama:                                                    makna baru:
Amplop           : sampul surat                          uang sogok
Bunga              : kembang                                gadis cantik
Mencatut         : mencabut dengan catut         menarik keuntungan

6.      Pertukaran (Sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.
Contoh:
Suaranya terang sekali                        (pendengaran penglihatan)
Rupanya manis                                    (penglihat perasa)
Namanya harum                                  (pendengar pencium)



7.      Metafora
Metafora adalah perubahan makna karena perbedaan sifat dua objek
Contoh:
Matahari                                              (sang surya)
putri malam                                         (untuk bulan)
pulau                                                   (empu laut)
Semuanya dibentuk berdasarkan metafora. Salah satu sub tipe dari metafora adalah sinestesia yaitu perubahan makna berdasarkan pergeseran istilah antara dua indria misalnya, dari peraba ke penciuman.

8.      Metonimi
Metonimi sebagai suatu proses perubahan makna terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama, dan dapat diklasifikasi menurut tempat atau waktu, hubungan isi dan kulit, dan antara sebab dan akibat.
Contoh :
Kota                            : Susunan batu yang dibuat mengelilingi sebuah tempat
(makna lama)                pemukiman sebagai pertahanan dari luar.
Kota                            : Sekarang tempat pemukiman itu disebut kota,
(makna baru)                 walaupun sudah tidak ada susunan batunya lagi.


2.5. EFEK KETATABAHASAAN PILIHAN KATA

Dengan adanya diksi/pemilihan kata bahasa semakin tertata dan mudah diterima oleh pembacanya. Sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis. Kelangsungan dapat terganggu bila seorang pembicara atau pengarang mempergunakan terlalu banyak kata untuk suatu maksud yang dapat diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan kata-kata yang kabur yang bisa menimbulkan ambiguitas (makna ganda).

BAB III
PENUTUP

SIMPULAN

Dari materi di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, dan sebagainya. Adapun fungsi diksi adalah untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Memilih kata yang tepat pada situasi tertentu mencerminkan karakter bahkan kualitas seseorang.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam diksi yaitu :
1.      Ketepatan kata
2.      Kesesuaian kata
3.      Perubahan makna

4.      Efek ketatabahasaan pilihan kata

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 PERTANYAAN PENDETA vs 1 PERTANYAAN MUSLIM

LIRIK - HUWANNUR - BURDAH MIFTAHUSSALAMAH